KETIKA HARAPAN ITU MASIH ADA
Tri Diah Kuswari, S.Pd (Guru SMP AL Fityan School Tangerang)
“Sholehah, silahkan dibuka kameranya!”, “Nanda, apakah ada di tempat?, “Mengapa tidak bersuara?”. Ungkapan-ungkapan tersebut sering diucapkan oleh Guru setiap kali pembelajaran jarak jauh (PJJ) berlangsung. Minimnya respon, atau sedikit sekali kamera peserta didik yang on, membuat para guru kehilangan gairahnya dalam mengajar. Seakan-akan sedang membuat video pembelajaran, dimana guru berperan sebagai guru, dan sekaligus muridnya. Hal itu terjadi karena guru yang bertanya, guru juga yang menjawab. Tanpa tahu pasti, mana peserta didik yang menyimak atau hanya sekedar join saja. Apakah masih ada harapan?
Dua tahun sudah pembelajaran jarak jauh ini diberlakukan. Waktu yang tidak sebentar terkukung dalam pembelajaran online, secara terus menerus mengalami masalah yang hampir sama setiap harinya. “Afwan Ustadzah, suaranya terputus-putus”. “Afwan Ustadzah, jaringan internet bermasalah”. Kalimat yang sama terdengar dari peserta didik dalam setiap pertemuan. Seolah menjadikan suatu argumen baru tentang keberhasilan pendidikan di masa sulit ini (pandemi covid-19), yaitu keberhasilan PJJ hanya tergantung pada jaringan internet. Pembelajaran yang sudah disusun dengan rapi dan seksama, serta dicatat di buku guru yang lengkap harus gagal atau mengalami kendala karena jaringan internet yang tidak memadai. Sungguh, situasi yang sangat memprihatinkan. Internet sekolah pun tidak mampu menanggung beban kuota penggunaan microsoft teams yang teknisnya berbarengan dengan pembelajaran online, karena kuota yang tidak layak atau providernya yang kurang kuat. Sehingga, solusinya hanya dengan mengorbankan kuota pribadi untuk menjaga prestise sekolah dan demi kelancaran pembelajaran. Apakah masih ada harapan?
“Sholehah, lihat tugas dan kumpulkan di assignment!”. “Sholehah, laporan tilawah dan buku mutabaahnya, segera dikumpulkan!”. Tagihan tugas bertambah setiap hari, sehingga banyak peserta didik enggan untuk melihatnya apalagi menggumpulkannya. Hal tersebut menunjukkan semakin bertambah berat beban PJJ ini. Melelahkan dan menyedihkan, itulah gambaran perasaan dari para Guru saat ini. Menyerah dengan situasi atau menerima keadaan merupakan suatu pilihan yang terus berkecamuk dalam pikiran. Apakah masih ada harapan?
“Ustadzah, terima kasih atas nasihat yang sudah diberikan selama ini”. Kalimat yang diungkapkan oleh salah satu peserta didik. Kalimat ini datang sebagai penghibur ketika hati sudah merasa lelah dan tidak mampu lagi berharap. Seperti setitik air yang membasahi hati yang kering dan tandus. Pesan dari seorang peserta didik yang masih mengingat nasihat gurunya, dapat menjadi sebuah harapan yang besar. Ya, harapan itu masih ada. Harapan dimana apa yang kita tabur hari ini akan menjadi tumbuh subur besok, atau di hari yang akan datang. Harapan dimana anak didik kita akan berhijrah dari pribadi yang masih labil ke pribadi yang lebih matang. Tidak hanya itu, harapan dimana ikhtiar dakwah kita akan menjadi amalan kebaikan kita menuju surganya Allah. Aamiin Allahuma Aamiin.
“Janganlah berhenti berharap, karena harapan merupakan sebuah doa”. Selama napas masih ada, maka harapan itu akan selalu hadir. Jika kita merasa sulit dalam menghadapi tantangan pembelajaran saat ini, maka tetap percaya kepada Allah dan berdoa. Maka, disitulah akan hadir jalan keluar terbaik dari masalah yang hadir. InsyaAllah.
“Barang siapa bertakwa kepada Allah maka Dia akan menjadikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak ia sangka, dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah maka cukuplah Allah baginya, Sesungguhnya Allah melaksanakan kehendak-Nya, Dia telah menjadikan untuk setiap sesuatu kadarnya” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).